Jakarta, Suara-rakyat.net | Reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto kali ini benar-benar menghadirkan ironi yang sulit dibayangkan dalam panggung politik Indonesia. Prabowo resmi melantik Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam), sebuah posisi strategis yang mengurusi sektor paling sensitif negara.
Nama Djamari mungkin terdengar biasa di telinga publik masa kini, tetapi jika jarum waktu diputar ke tahun 1998, ia justru tercatat sebagai salah satu dari tujuh anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang kala itu memecat Prabowo Subianto dari dinas militer, buntut kasus penculikan aktivis. Dengan kata lain, orang yang pernah berperan menjatuhkan Prabowo kini justru diangkatnya menjadi salah satu menteri paling berkuasa.
Penunjukan ini memunculkan beragam tafsir. Ada yang menyebut langkah tersebut sebagai bukti kebesaran hati Prabowo dalam merangkul orang yang pernah berada di pihak berlawanan, sementara yang lain melihatnya sebagai strategi klasik “keep your enemies closer” dengan level permainan politik kelas tinggi.
Kontroversi tak berhenti di situ. Rekam jejak Djamari juga sempat tersorot publik saat klub motor gede yang dipimpinnya terlibat insiden pengeroyokan dua anggota TNI di Bukittinggi. Latar belakang ini membuat posisinya di kabinet kian dipenuhi tanda tanya, terutama dalam interaksi dengan jajaran militer yang kini menjadi mitranya.
Reshuffle kali ini seolah menegaskan bahwa politik Indonesia selalu mampu melampaui imajinasi drama televisi. Masa lalu dan masa kini dipertemukan dalam satu meja kabinet, menciptakan babak baru yang penuh ironi sekaligus intrik.
Penulis: Surya Utama