JAKARTA 18/10/2025, suara-rakyat.net — DPR !!!! Dewan Perwakilan Rakyat. atau DEWAN PENGHIANAT RAKYAT??? Publik kembali dibuat muak oleh aksi akrobatik anggaran para wakil rakyat. Setelah sempat menuai pujian karena menghapus tunjangan perumahan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diam-diam menyelipkan “hadiah penghiburan” untuk diri sendiri: menaikkan dana reses dari Rp400 juta menjadi Rp702 juta per anggota setiap masa reses. DPR memang benar-benar tidak pantas di sebut DEWAN PERWAKILAN RAKYAT namun lebih pantas disebut DEWAN PENGHIANAT RAKYAT.

Trik anggaran yang tampak seperti sulap murahan ini langsung dibongkar oleh Peneliti Formappi, Lucius Karus. Ia menyebut langkah DPR tersebut sebagai “prank massal” terhadap rakyat.
“Publik dibuat senang karena tunjangan perumahan dihapus, tapi diam-diam muncul tunjangan lain yang nilainya jauh lebih besar,” sindir Lucius, Minggu (12/10/25). Menurutnya, tak heran para anggota dewan tampak tenang kehilangan tunjangan bulanan, karena “gantinya” justru lebih menggoda dan lebih besar, yang pastinya rakyatlah lagi menjadi tumbalnya untuk pesugihan para anggota dewan.
Lucius juga menyoroti akar masalah yang lebih serius: lemahnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana reses. “Pantas saja mekanisme pertanggungjawabannya dibuat longgar, supaya gampang ‘diakali’,” ujarnya tajam. Ia bahkan menohok dengan pertanyaan getir, “emang ada gitu aspirasi rakyat yang sungguh-sungguh diserap dan diperjuangkan setelah reses selesai?”
Sadar citra lembaganya mulai terbakar, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad buru-buru tampil memadamkan api. Ia berdalih bahwa dana tersebut bukan naik, hanya “disesuaikan”. Menurutnya, penyesuaian dilakukan karena ada kebijakan baru yang menambah indeks kegiatan dan titik kunjungan di daerah pemilihan.
Dasco juga berkelit bahwa uang itu tidak masuk ke kantong pribadi, melainkan untuk membiayai kegiatan serap aspirasi yang dilakukan tiga hingga lima kali setahun. Namun publik jelas sulit menelan logika itu bulat-bulat.
Pasalnya, di tengah ekonomi rakyat yang terseok, DPR justru tampak sibuk memainkan angka dengan dalih “penyesuaian”. Kenaikan hingga 75 persen ini bukan sekadar mencolok, tapi juga menunjukkan betapa “aspirasi rakyat” sering kali cuma jadi topeng bagi pesta anggaran yang disulap rapi di meja kekuasaan.
Penulis: Surya Utama
