Koperasi KPSA Tuntut Keadilan, Lahan 185 Hektare Diduga Dikuasai PT Rajawali Jaya Perkasa Tanpa Izin Sejak 2015

Kubu Raya, suara-rakyat.net – Sengketa lahan antara Koperasi Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) dengan perusahaan perkebunan PT Rajawali Jaya Perkasa (RJP) di Kalimantan Barat tak kunjung menemukan titik terang, meski sudah berjalan selama satu dekade. KPSA menuding PT RJP telah menguasai dan menanam kelapa sawit di atas lahan milik mereka tanpa izin sejak tahun 2015.

Ketua Koperasi KPSA menyebut, lahan seluas 185 hektare yang kini dikelola oleh PT RJP sejatinya merupakan milik koperasi mereka. Berdasarkan pengakuan awal dari pihak perusahaan, luas lahan yang disengketakan disebut hanya 105 hektare. Namun setelah dilakukan pengecekan lapangan, diketahui bahwa area yang telah ditanami sawit oleh PT RJP mencapai 185 hektare.

“Kami tidak pernah memberikan izin pengelolaan kepada pihak perusahaan. Sejak tahun 2015 sampai 2025 ini, lahan tersebut tidak bisa kami manfaatkan sama sekali. Kami merasa sangat dirugikan,” ujar perwakilan KPSA dalam keterangan tertulisnya.

Upaya penyelesaian kasus ini telah ditempuh melalui berbagai jalur, mulai dari mediasi tingkat desa, kecamatan, hingga pembahasan di tingkat pimpinan daerah Kabupaten Kubu Raya. Bahkan, laporan sudah disampaikan ke pihak Polda Kalimantan Barat. Namun, menurut pihak koperasi, PT RJP hingga kini belum menunjukkan itikad baik untuk membayar ganti rugi atau menyelesaikan sengketa secara adil.

Atas kondisi tersebut, KPSA resmi melayangkan surat pengaduan ke Presiden Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejaksaan Agung, dan institusi terkait lainnya. Mereka berharap pemerintah pusat dapat turun tangan dan menegakkan keadilan atas lahan yang mereka klaim sebagai hak sah koperasi.

“Kami hanya menuntut keadilan dan hak kami dikembalikan. Kami berharap pemerintah mendengar jeritan kami yang sudah sepuluh tahun menunggu penyelesaian ini,” tegas perwakilan koperasi.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik di Kalimantan Barat, mengingat konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan perkebunan masih menjadi persoalan laten di sejumlah daerah di provinsi tersebut.

( Surya Utama )

Web |  + posts

Tinggalkan Balasan